Subscribe:

Ads 468x60px

Labels

About

Senin, 01 Oktober 2012

Aku adalah Komponis Hidupku



Impian itu ibarat sebuah pedang yang bermata dua. Di satu sisi dia sebagai pendorong untuk maju, namun disisi lain dia bisa mematikan kita. Bicara tentang mimpi, siapa sih yang tak punya mimpi? Jika ada orang yang berkata, “Untuk apa sih bermimpi? Bermimpi atau tidak toh sama saja kan?” mungkin itu hanya berlaku bagi orang-orang yang tak ingin ambil pusing. Tapi ada juga yang mengatakan "Hidup itu harus dengan mimpi, karena mimpi adalah pintu untuk meraih sukses."

Lalu bagaimana dengan diriku? Termasuk kategori apakah diriku yang sebenarnya? Mungkin jika kulihat dari cakrawala hidupku dimasa lampau, aku termasuk orang yang hanya bisa bermimpi di siang bolong. Banyak sekali impian yang ingin aku capai. Mulai dari tingkat sekolah dasar, dulu aku bercita-cita ingin menjadi guru. Namun saat aku memasuki tingkat sekolah menengah pertama, keinginan itu berubah. Aku ingin menjadi seorang arkeolog dan ahli biologi. Semakin bertambah usiaku, semakin tidak masuk akal lagi impianku. Saat SMA sempat terbesit di otakku, aku ingin menjadi seorang intertain atau seniman. Ini karena menurutku aku punya potensi di bidang itu. Minat dan bakatku memang menjurus ke seni. Aku sendiri lahir dari keluarga dengan latar belakang seni.

Tapi seperti kataku tadi, aku hanyalah pemimpi di siang bolong. Hanya bisa bermimpi namun tak mampu berusaha mewujudkan impian itu. Hingga akhirnya saat kelulusan aku bingung ingin lanjut kemana. Sebenarnya jauh sebelum kelulusan, keinginanku untuk menjadi seniman sudah sangat mantap. Entah mengapa tiba-tiba aku punya pemikiran, “Jika nanti aku menjadi seorang seniman, bagaimana dengan masa depanku kelak?” tidak hanya itu, orang tuaku pun bilang, “Jangan ke seni lah nak... masih banyak profesi lain yang lebih meyakinkan.” Saat itulah kegalauan mulai menerpa diriku. Hingga akhirnya aku jatuh pada sebuah pilihan, yakni menjadi seorang guru. Kembali pada pilihan awal.

Setelah lulus, aku pun melanjutkan ke perguruan tinggi dengan mengambil fakultas tarbiyah di IAIN Sunan Ampel. Kali ini aku tak mau menjadi sang pemimpi di siang bolong lagi. Aku tak boleh main-main dengan masa depanku. Tak ada lagi kata malas. Kali ini aku harus mendapat IP yang bagus. Syukur-syukur nanti bisa diangkat sebagai pegawai negeri. Agar tidak stres dan bosan, aku mencari selingan untuk mengembangkan bakatku. Disana ada sebuah unit kegiatan mahasiswa yang sangat cocok denganku yaitu UKM Paduan Suara. Paling tidak dengan mengikuti kegiatan ini aku bisa menambah wawasan dan pengalaman tentang musik. Agar bakatku tak terbuang sia-sia.

Hingga akhirnya 4 tahun sudah terjajaki. Kini aku menyandang gelar S1 sarjana pendidikan islam. Dan sekarang aku telah mengajar di salah satu sekolah yang cukup favorit dan aku telah diangkat sebagai pegawai negeri. Yeah... I did it...! satu impianku telah tercapai. Tapi apakah impianku berhenti sampai di sini? Tentu saja tidak. Insya'allah kalau tidak ada halangan, aku berencana ingin melanjutkan impianku yang sempat tertunda. Aku ingin melanjutkan studi di Unesa jurusan sendratasik. Terlambat? Buatku tak ada kata terlambat untuk mencari ilmu. Dan dari situ aku memiliki rencana untuk mendirikan sekolah musik.

Dari sini aku dapat mengambil kesimpulan, "Bermimpilah yang setinggi-tingginya, tapi jangan lupa untuk mengimbanginya dengan usaha. Berani bermimpi tapi tak berani berusaha ibarat merapikan benang  yang sudah kusut yang tak kunjung menampakan hasil, bahkan kian lama kian memburuk."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar