Subscribe:

Ads 468x60px

Labels

About

Kamis, 11 Oktober 2012

Nada Minor dalam Partitur Kebangsaan


Bagaimana perasaan kita saat mendengar lagu kebangsaan Indonesia dinyanyikan dalam sebuah turnamen atau pertandingan di luar negeri? Pasti merinding bukan…? Seolah-olah jiwa kebangsaan kita muncul.
Ada lagi, saat pertandingan sepak bola atau bulu tangkis tingkat internasional. Semangat rakyat Indonesia begitu membara untuk mendukung para atlet negeri. Hanya ingin menunjukan kehebatan “Inilah Indonesia…”
Tapi lain halnya jika sudah berhadapan dengan bangsanya sendiri. Misalnya saja akhir-akhir ini sering ada pemberitaan tentang perang antar suku. Di era modern seperti ini, masih saja terjadi perang antar suku? Sudah bukan jamannya... Apalagi sampai membawa senjata atau semacamnya. Kejadian seperti itu hanya berlaku pada jaman primitive. Dan sama sekali tidak pantas untuk pola pikir masyarakat yang modern saat ini. Tapi setelah melihat hasil pemberitaan bahwa ternyata pemicu perang antar suku, kebanyakan tak lain karena masalah pribadi atau kepentingan kelompok. Nah… kok bisa merembet sampai ke suku? Wah, wah… ironis sekali.
Sebenarnya masalah krisisnya kebangsaan tidak hanya terbatas pada kasus peperangan antar suku saja. Masih ada permasalahan lain yang nampaknya sederhana tapi dampaknya sangat luar biasa. masalah yang  dimaksud disini adalah masalah terkait lemahnya kebanggaan tentang budaya bangsanya sendiri. Sering kali kita marah jika ada salah satu budaya kita yang diklaim oleh negara lain. Namun kita sendiri tak pernah ada kemauan untuk menjaga dan melestarikannya. Menyedihkan….
Memang sulit untuk menumbuhkan rasa kebangsaan kalau tidak dari kesadaran diri masing-masing. Tapi sebagai wujud usaha sekiranya ada beberapa cara untuk menumbuhkan rasa kebangsaan itu sendiri. Seperti yang terkutip pada pidato presiden Soekarno, pidato itu menyatakan bahwa untuk membangkitkan rasa kebangsaan harus belajar pada sejarah. Kalau menurutku tidak cukup hanya itu saja. Karena untuk menanamkan rasa kebangsaan akan lebih baik jika dimulai sejak usia dini. Dan metode penggunaan sejarah sebagai media tentang mengajarkan kebangsaan rasanya akan terlalu abstrak untuk anak-anak. Mungkin lebih baik menggunakan analogi yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Misalnya, penjajahan terhadap pembantu rumah tangga, atau pun kaum minoritas.
Kemudian menyaring budaya luar yang masuk yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Karena seringkali generasi muda saat ini menyerap begitu saja budaya luar tanpa menyaringnya terlebih dahulu. Dan yang terakhir, menciptakan karya seni yang bermakna nasionalisme. Ini karena terlalu banyak karya seni dari generasi muda yang banyak diinspirasikan dari seni negara-negara luar, separti Jepang, Inggris, Amerika, dan lain-lain. Mungkin itu sebagian dari usaha untuk menumbuhkan jiwa kebangsaan pada diri seseorang. Tapi yang paling penting adalah kesadaran dari diri kita sendiri.

2 komentar:

  1. great blog guys ! :D

    visit me back yah :
    izzati-site.blogspot.com

    BalasHapus
  2. haha... thanks :D

    tapi bahasanya asal nyeplos, hehe....
    abis susah buat kata2 yg resmi.

    BalasHapus