Subscribe:

Ads 468x60px

Labels

About

Minggu, 21 Oktober 2012

Politik Dinasti Merajalela di Negeri Demokrasi



Indonesia negara yang demokrasi? Aku rasa belum… Kenyataannya masih banyak dijumpai kasus-kasus yang mencederai nilai demokrasi di negeri ini. Apa saja kasus-kasus itu? Entahlah… Saking banyaknya, sampai sulit menyebutkannya satu persatu. Tapi agar tidak penasaran, aku kasih tahu satu kasus lah… Dari sekian banyak kasus yang mencederai nilai demokrasi di negeri ini, pikiranku tertuju pada satu kasus yang sebenarnya dekat sekali dengan kehidupan kita, namun kita sendiri kurang bisa merespon.
“Politik Dinasti” itulah kasus yang aku maksud. Percaya atau tidak ternyata politik dinasti tumbuh subur di negeri demokrasi seperti Indonesia. Bagaimana tidak, seolah lumrah bila kini kita menyaksikan seorang gubernur memiliki anak atau adik yang menjadi bupati atau wali kota. Juga seolah sah-sah saja bila seorang bupati atau wali kota menjabat pada periode tertentu kemudian istrinya menduduki posisi yang sama pada periode berikutnya.
Alhasil, sepertinya tidak heran jika kini kita menyaksikan suami, istri, anak, atau kerabat dalam satu keluarga menguasai posisi kepala daerah.
Itulah politik dinasti yang kian fenomenal. Meski selalu mengatasnamakan demokrasi karena lahir di era yang relatif lebih demokratis, boleh dibilang para pelaku politik dinasti sebenarnya adalah penumpang gelap yang kemudian membajak demokrasi.
Mereka dan keluarga merasa berhak dipilih menjadi kepala daerah, tetapi pada saat yang sama mereka sesungguhnya mengurangi, bahkan merampas hak politik dan kesempatan orang lain untuk dipilih.
Dengan pengaruh keluarga yang sedang menjabat kepala daerah, pastinya kompetisi dalam pemilu kada pun menjadi tidak sehat. Itu artinya politik dinasti hanya membuat demokrasi sakit, yang lama-kelamaan sekarat, dan akhirnya mati karena kembali ke zaman kerajaan.
Itulah sebabnya pelakon politik dinasti disebut penumpang gelap yang membajak demokrasi. Mereka membajak demokrasi untuk menumpuk kekuasaan dan mewariskannya kepada keluarga. Dengan kekuasaan itu, mereka pun memupuk dan menumpuk kekayaan.
Ketika kekuasaan dan kekayaan terpusat pada satu keluarga, tibalah saatnya demokrasi menemui ajalnya. Bukankah demokrasi semestinya menghasilkan penyalur kekuasaan politik dan ekonomi yang adil?
Nah… maka dari itu, kita seharusnya menyokong penuh ikhtiar politik pemerintah untuk mengakhiri dominasi politik dinasti melalui Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah karena RUU itu sangat demokratis. Mengapa demokratis?  karena RUU itu hendak memberi hak politik lebih luas dan adil kepada lebih banyak warga negara untuk dipilih dalam pemilu kada.
Oleh karena itu, sangat tidak masuk akal jika ada orang yang mengatakan RUU Pemilihan Kepala Daerah melanggar demokrasi dan menyandera hak politik warga negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar